Tak Perlu Kau Lihat Duka di Senyumku
Nduk! Kenapa engkau mencari duka di balik binar mataku?
Kenapa engkau mencari rintih di balik tawaku?
Aku sudah menggadaikan duka dan rintihku di perpustakaan kota.
Agar aku bisa menuntunmu menggambar mimpi.
Agar aku bisa belajar membaca arah angin, belajar mendengar rintih gerimis,
belajar menjadi pohon yang besar.
Semua pasti untukmu, Nduk!
Bila cuaca berubah dan perahumu terdampar di bukit Nuh maka datanglah padaku.
Akan kutunjukkan kemana arah angin berlari membawa mimpimu.
Kala mendung tak sanggup menanggung dukamu maka datanglah padaku.
Akan kutunjukkan padamu tempat berlindung saat gerimis telah menuai badai.
Ketika terik hidup memagut ubun-ubun kepalamu maka mendekatlah padaku,
ambilah sedikit keteduhan di kepalaku.
Nduk! Tak perlu kau tenun saputangan sutera untuk menyeka letihku
karena butiran peluh di keningku adalah benih cintaku.
Tak usah mencari duka yang kukubur dalam senyumku karena akulah pemilik dukaku.
Tak perlu kau dulang permata untuk melunasi hutangmu karena aku sekedar memberi.
Telah kucukupkan dahaga hidupku dengan setumpuk buku dan senyum kecil di tepi bibirmu.
Sigam, 23 Februari 2011
No comments:
Post a Comment